Semua ada bukan secara tiba-tiba. Semua ada,
karena adanya proses. Begitu pula dengan kita manusia, kita diciptakan oleh Sang Maha Pencipta di
atas muka bumi ini untuk selalu berproses. Menikmati setiap bagian-bagian hidup
kita. Menikmati setiap proses pendewasaan diri.
Hakikat proses pertumbuhan manusia ialah diawali dari belajar merangkak, kemudian berjalan, dan barulah saat mereka telah kuat untuk menapaki kakinya, mereka akan mencoba berlari. Jadi, tak heran bila saat ini manusia saling berlomba-lomba dalam berlari mengejar sesuatu yang tak tampak.
Bukan berlari untuk sesuatu yang disukai, bukan berlari untuk sesuatu yang diharapkan. Bukan karena aku takut bermimpi tinggi, tapi karena aku sedang mengejar mimpi yang tinggi. Aku mengejar yang tinggi bukan karena gengsi, tapi karena aku Sang Pemimpi. Aku berlari untuk sesuatu yang diharapkan agar aku belajar menyukainya. Bukan hanya untuk kebahagiaan ruhiyah ku seorang. Tapi untuk kebahagian para jiwa yang begantung pada cemerlangnya nasib masa depan ku. Ini bukan hanya sekadar kisah ku dan harapan ku. Namun, ini kisah kami dan harapan-harapan kecil kami, yang kami rangkai menjadi sebuah harapan besar.
Tak mudah bagi ku menginjakkan kaki di tanah
subur nan damai ini, kota santri katanya. Bersikap bodoamat bukan keahlian ku,
tetapi meraba sebuah kehidupan baru untuk belajar beradaptasi adalah sikap yang
harus dimiliki setiap insan yang akan berjuang di tanah tujuan hijrahnya.
Banyak alasan membuat ku jatuh cinta pada
tanah yang banyak dihuni oleh mereka yang sering disapa santri. Mereka yang
seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya bisa mengambil hati ku dan berhasil
membawa ku banyak mengembara di Kota Kuda ini.
Masalah datang bukan untuk diratapi. Masalah
datang bukan untuk disesali. Masalah datang bukan untuk dikeluhkan. Namun,
masalah datang sebagai suplemen bagi masing-masing jiwa yang menghadapinya.
Pernah berjaya pada masanya. Masa yang tak
mudah untuk kami lewati tanpa tangan yang saling menggenggam. Masa di mana
semua kepala ingin mengeluarkan argumennya masing-masing. Masa di mana semua
hati lebih mengedepankan egonya dari pada keutuhan timnya.
Namun, sejauh apapun perahu berlayar, sang
nahkoda tau, kemana dirinya harus membawa perahunya kembali. Saat kepala sudah
lelah untuk memaksakan argumennya. Saat hati telah hancur, dihancurkan oleh
egonya sendiri. Naluri persahabatan hadir untuk kembali, untuk saling memeluk
dan mencharger semangat yang sempat menurun kualitasnya.
Kembali memperbarui kualitas diri. Bukan
karena semata hanya untuk mengedepankan kepentingan masing-masing. Namun,
saling memperjuangkan dengan caranya sendiri.
Aku yang tak pernah yakin akan langkah ku,
kini mencoba berdiri tegap menantang masa depan. Jangan halangi aku untuk jatuh
di antara bintang-bintang. Biar aku merasakan perihnya tersungkut memeluk
bintang-bintang. Namun, bila telah tiba waktunya, aku akan bangkit, dan ku
bagikan banyaknya bintang digenggaman kepada kalian.
Bukan tentang materi aku bersama kalian, bukan
tentang tinta merah maupun hitam yang terketik pada lembaran legalisir aku
bersama kalian. Aku yang ditemukan kalian tanpa secercah harapan dengan bara
api yang belum padam berada di dalam hati. Kini aku, kamu, kami semua yang
pernah berjuang bersama, harus berpisah sementara.
Perpisahan memang salalu berhasil menggoreskan
perihnya. Perpisahan selalu berhasil membuat banyak orang terpaksa meninggalkan
sesuatu yang sangat indah dalam bingkai hidupnya. Namun, perpisahan tak
selamanya menggoreskan perihnya tanpa alasan.
Bukti hadir dihadapan kita semua, bahwa
pertemuan kami, bukan hanya sekedar materi sia-sia. Pertemuan kami banyak
mengajarkan pada masing-masing jiwa, bahwa harapan harus selalu digenggam.
Mengajarkan bahwa bara api dalam hati harus segera dipadamkan, karena cahaya
baik akan berasal dari harapan yang bersinar, bukan dari bara api yang
berkobar.
Terima kasih untuk para pejuang terkasih yang
telah mengajarkan ku banyak hal, bukan sekadar tinta maupun materi. Setelah
genap 22 hari yang lalu aku dan 91 teman berjuang ku jatuh di antara
bintang-bintang yang kini siap membawa kami terbang kembali.
Aku bukan penulis handal, teman-teman ku pun,
juga bukan motivator hebat. Kami hanya ingin, segelintir kisah kami menjadi
kenangan bukan hanya untuk 125 jiwa yang sedang berlari bersama, tapi yang kami
inginkan, di antara 125 jiwa yang sedang berlari bersama, ada berjuta, bahkan
bermilyaran do’a yang menemani.
Aku dan teman-teman ku hanya ingin
menyampaikan, kami benar-benar lulus jalur perjuangan yang bukan hanya sekadar
materi dan goresan tinta. Namun, kami lulus dengan diiringi rangkaian senyuman
para pahlawan tanpa tanda jasa, yang do’a nya tak akan pernah putus
maupun hilang termakan waktu.
Aku tidak memiliki tempat untuk menuntut ilmu,
karena aku tak menuntut ilmu. Bukan karena aku sombong, tapi karena ilmu juga
tak menuntutku. Aku hanya memiliki tempat untuk menimba ilmu, seperti menimba
air, ilmu juga membuatku terus tumbuh dan berproses. Tempat ku menimba ilmu
muka tempat terbaik dunia. Namun, yang mulai ku pahami akhir-akhir ini, tempat
ku menimba ilmu adalah tempat untuk kami terus berproses, walau dengan lelah,
tapi tetap berhias senyuman.
Untuk kesekian kalinya ku ucapkan terima kasih
kepada 124 senyum yang aku harapkan tak akan pernah luntur. Senyuman para
pejuang yang berdiri tegap di atas bintang. Berdiri tegap bentuk pembuktian
bahwa perjuangan para pahlawan tanda jasa terkasih kami selama ini, tak ada
yang sia-sia. Semua hanya sedang berproses, untuk mencapai titik pendewasaan.
Terima kasih, salam rindu dari ku untuk 124 jiwa yang sangat ku harapkan kehadirannya di kemudian hari. Salam hormat untuk seluruh pahlawan tanda jasa yang tak lelah melantukan do’anya untuk mengiringi langkah ku. Salam rindu ku, untuk Kota Kuda yang telah memahat banyak kecewa dan banyak menumbuhkan rasa cinta.
“Seuntai kata, secarik tulisan dari satu hati mewakili 124 jiwa lainnya, untuk
dinikmati perjuangannya.”
-Salam Kami, Alumni SMAIT Al-Multazam, tahun penuh perjuangan. GEOMETRY 12th-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar